Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘Bung Hatta’

Dear all, very nice article and examples for us

Regards,

Prof. Dermawan Wibisono
_____________

Sejawat Guru Besar ITB yang sangat sangat banggakan. Berikut adalah email
yang saya terima dari mailing list Alumni Fisika ITB. Isinya sangat
relevan saat kita membicarakan mengenai institusi dan bangsa kita ke
depan.

Prof. Satria Bijaksana
=====================

Leiden is lijden, memimpin adalah menderita, sebuah pepatah kuno
belanda yang disampaikan oleh Mr. Kasman Singodimedjo untuk menggambarkan kesulitan ekonomi yang dialami oleh pimpinan perjuangan saat itu. Mohammad Roem dalam Karangan berjudul “Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita  (Prisma No 8, Agustus 1977) mengisahkan keteladanan Agus
Salim sebagai pemimpin yang mau menderita.

Kasman dan Roem melihat H. Agus Salim hidup dengan keadaan yang sangat
sederhana, penuh kekurangan dan terbatas secara materi. Padahal H Agus
Salim adalah tokoh dan pimpinan perjuangan kala itu yang juga memimpin
Syarekat Islam yang sangat berpengaruh dalam pergerakan bangsa ketika itu.

H Agus Salim menjalankan prinsip leiden is lijden, memimpin adalah
menderita. Boro-boro minta naik gaji, berpikir soal gaji pun tidak pernah
ada dalam benak H Agus Salim.

Sungguh memprihatinkan ketika sejumlah kepala daerah melapor ke Presiden
SBY telah mengemban tugas yang tidak ringan, namun pendapatan yang mereka
terima masih kecil. Mereka meminta kepada presiden, agar gaji mereka dapat
disesuaikan dengan tugas yang mereka jalani.

“Terus terang, waktu saya mengadakan pertemuan dengan kepala daerah,
mereka dengan terus terang dan niat baik berkata pada saya. Pak presiden,
kami (kepala daerah) ini mengemban tugas yang tidak ringan, tapi gaji kami
kecil,” ujar SBY di Istana Negara, Jakarta, Rabu kemarin.

Menurut SBY, para kepala daerah ini mulai dari tingkat Gubernur, Walikota
dan Bupati meminta adanya penyesuaian.

Tidakkah para pejabat daerah ini berkaca pada apa yang sudah ditunjukkan
pahlawan nasional Haji Agus Salim. Dia lahir dengan nama Mashudul Haq atau
pembela kebenaran. Dalam pemerintahan RI, dia beberapa kali duduk dalam
kabinet, sebagai menteri muda luar negeri Kabinet Sjahrir II (1946), dan
kabinet Sjahrir III (1947), menteri luar negeri kabinet Amir (1947),
menteri luar negeri kabinet Hatta (1948-1949).

Menurut catatan harian Prof Schermerhorn, pemimpin delegasi Belanda dalam
perundingan Linggajati, Agus Salim adalah orang yang sangat pandai.
Seorang jenius dalam bidang bahasa. Mampu bicara dan menulis dengan
sempurna sedikitnya dalam sembilan bahasa. Hanya satu kelemahan dari Haji
Agus Salim, yaitu hidup melarat.

Dalam catatan M Roem, kehidupan Haji Agus tidak hanya sederhana, bahkan
mendekati miskin. Keluarga Haji Agus Salim pernah tinggal di Gang Lontar
Satu di Jakarta. Kalau menuju ke Gang Lontar Satu, harus masuk dulu ke
Gang Kernolong, kemudian masuk lagi ke gang kecil. Bisa dibayangkan, mana
ada pejabat sekarang yang tinggal di “cucu” gang.

Haji Agus Salim tidak pernah berpikir soal rumah mewah dan megah layaknya
pejabat sekarang. Dulu setiap enam bulan sekali dia punya kebiasaan,
mengubah letak meja kursi, lemari sampai tempat tidur. Kadang-kadang kamar
makan ditukarnya dengan kamar tidur.

Haji Agus Salim berpendapat dengan berbuat demikian, dia mengubah
lingkungan, yang manusia sewaktu-waktu perlukan tanpa pindah tempat atau
rumah. Apalagi pergi istirahat ke lain kota atau negeri. Tidak ada dalam
pikiran Haji Agus Salim, punya vila seperti para pejabat sekarang.

Mendengar cerita tentang Haji Agus Salim itu, tidakkah para pejabat yang
minta naik gaji malu. Haji Agus Salim, salah satu pendiri republik ini,
betul-betul menerapkan istilah yang disampaikan Kasman Singodimedjo saat
bertamu ke rumahnya, leiden is lijden, memimpin itu menderita. Artinya,
memimpin itu tidak untuk foya-foya.

Potret memimpin adalah menderita juga terlihat begitu jelas pada sosok
Bung hatta. Proklamator ini juga menjalani hidup yang sederhana. Bung
Hatta pernah mengalami kesulitan untuk membayar tagihan listrik, telpon
dan air karena gaji pensiunnya tak cukup untuk membayar semua tagihan itu,
sehingga Ibu Rahmi Hatta harus mengirim surat pada Bung Karno yang pada
saat itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Bahkan,
hingga ajal menjemput, Bung Hatta tidak kesampaian memiliki sepatu merk
Bally yang begitu diidam-idamkannya.

Begitulah, Seorang pemimpin yang memahami hakikat leiden is lijden adalah
manusia yang siap hidup untuk memberikan pengabdian penuhnya kepada negara
atau komunitas yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memahami hakikat
leiden is lijden adalah manusia yang mampu bertindak benar diantara
kesulitan-kesulitan dan masalah berat yang terhidang diatas meja
pengabdiannya.

Pemimpin yang memahami hakikat Leiden is lijden adalah manusia yang
ditakdirkan untuk memimpin, terlahir untuk memimpin karena muncul dari
rahim persada yang dialiri darah kebaikan dan tumbuh dalam ruang lingkup
moral budaya yang agung.

Pemimpin negarawan

Kepemimpinan yang ditunjukkan oleh H. Agus Salim dan Bung Hatta diatas
adalah kepemimpinan yang dijalani oleh negarawan sejati. Tokoh tersebut
menjadi pemimpin adalah berawal dari keterpanggilan untuk memimpin bangsa
dan bukan karena panggilan profesi. Sehingga kekuasaan bagi mereka adalah
sarana untuk mendatangkan kesejahteraan, kemakmuran dan kedamaian bagi
rakyat.

Dalam kondisi berbangsa dan bernegara saat ini, faktor keterpanggilan
karena profesi lebih kuat merasuki calon pemimpin bangsa ini. Mungkin pada
awalnya pemimpin kita bertujuan mulia untuk memberikan perubahan kearah
yang lebih baik. Namun, sejalan dengan apa yang dikatakan Lord Acton
kekuasaan yang mutlak rentan disalahgunakan (power tend to corrupt,
absolute power corrupt absolutely). Godaan materi dan kekuasaan yang kuat
serta diperburuk oleh moral yang buruk membuat pemimpin berbagai tingkatan
tergoda menyalahgunakan kekuasaannya untuk korupsi dan tindakan yang
merugikan negara lainnya. Mereka meraih dan mempertahankan kekuasaan
dengan segala cara dengan mengorbankan manusia lainnya.

Kita akui, menjadi pemimpin negara sebesar Indonesia memang tidaklah
mudah. Lao Tzu (500 SM)mengatakan “memerintah negara besar adalah mirip
dengan menggoreng ikan kecil†, apabila sering dibolak balik ikannya akan
hancur menjadi bubuk. Berbeda dengan menggoreng ikan besar yang meskipun
dibolak balik ikannya tetap utuh untuk menggambarkan memerintah negara
yang kecil.

Untuk mampu memeirntah dinegara sebesar Indonesia ini memang dibutuhkan
negarawan yang mampu memaknai bahwa memimpin adalah menderita. Indonesia
adalah negara yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam kepentingan.
Pemimpin seperti itu adalah pemimpin yang rela mengorbankan waktu dan
pikirannya demi bangsa dan negaranya. Pemimpin yang tidak memandang latar
belakang politik dan agamanya. Pemimpin yang memberlakukan adagium “
ketika tugas negara dimulai, maka kepentingan politik berakhir†. Artinya
seorang pemimpin atau pejabat negara harus berkonsentrasi untuk mengurus
negara dan mampu menentukan prioritas antara kepentingan negara dengan
kepentingan golongan dan pribadi.

Kepemimpinan inilah yang telah diperlihatkan oleh H. Agus Salim, Bung
Hatta dan lainnya. mereka siap menderita demi kepentingan bangsa dan
negara. Lalu, apakah calon pemimpin yang saat ini berlomba-lomba untuk
memenangkan kursi sebagai penguasa dengan mengiklankan diri secara gencar
di media massa memahami hakikat memimpin adalah menderita ?

Sudah selayaknya sifat-sifat kenegarawanan para pemimpin kita terdahulu
perlu diinternalisasikan ke dalam tiap diri calon-calon pemimpin kita saat
ini. Bangsa ini butuh keteladanan dan sikap-sikap kenegarawanan yang lain.
Mudah-mudahan kita selalu mampu mengambil hikmah dari para
pemimpin-pemimpin kita di masa lalu, dan menjadi inspirasi bagi masa depan
bangsa.

Anda mungkin belum melihat pemimpin seperti ini, tapi percayalah pemimpin
seperti ini terus ada, terlahir disetiap generasi hanya saja untuk
menemukannya saya dan anda harus bersikap dewasa dan objektif dalam
melihat dan menilai seseorang. Jangan melihat seseorang seperti melihat
dari lubang pintu, memicingkan sebelah mata. Tapi mundurlah selangkah dan
buka kedua mata, maka saya dan anda akan melihat dunia seluas samudera.

Read Full Post »